http://tinyurl.com/HabisGelapTerbitlahTerang |
Alam pikir dan hatinya lalu berkecamuk. Di dalam sanubarinya berkobar semangat untuk melawan keadaan yang menghambat dan menghalangi kaum perempuan untuk maju. Karena adat negrinyalah Kartini terdorong untuk menempuh suatu jalan perjuangan, sekalipun masih gelap di dalam hati dan pikirannya apa yang harus dilakukan, namun tekad telah bulat !
Melalui buku ia lampiaskan segenap nafsu belajar guna memperkaya pengetahuan dan wawasannya yang demikian terkekang. Buah pikir dan merasa hasil kegemaran membaca Kartini ia tuangkan dalam bentuk tulisan. Ia suka menulis karangan untuk majalah dan surat kabar.
Keadaan masyarakat dalam lingkungan Kartini hidup tengah mengalami perubahan akibat bersinggungan dengan budaya barat kaum penjajah. Pengaruh barat mendorong untuk mengubah adat kebiasaan yang dirasa sudah tidak sepadan lagi. Terbersit keinginan untuk meniru orang Belanda supaya maju. Generasi tua berprinsip : "Ambillah yang perlu saja, jangan tiru secara keseluruhan."
Kaum muda yang sudah dididik dengan pengajaran barat kemudian mengalami pergeseran pola pikir dan mulai mengkritisi adat istiadat dan agama.
Bagi Kartini : seorang gadis yang pikirannya sudah dicerdaskan, dengan cara pandang yang luas, tak kan sanggup untuk hidup di dalam dunia nenek moyang. Pikiran ini ia sampaikan dalam bahasa tertulis : "Sesungguhnyalah, perempuan yang sebenarnya cerdas tiada mungkin merasa berbahagia dalam masyarakat Bumiputra, selama masyarakat itu tetap saja seperti sekarang" (Surat kepada Nona Zeehandelaar, 23 Agustus 1900).
Adat istiadat pada waktu itu tidak membolehkan perempuan menikmati pendidikan dan tidak boleh bekerja di luar rumah, menduduki jabatan di dalam masyarakat. Perempuan harus takluk semata-mata, tanpa boleh ada kemauan. Perempuan hendaknya bersedia untuk dikawinkan dengan pilihan orang tua nya. Perkawinan, hanya itu cita-cita yang boleh diangankan bagi anak gadis. Satu-satunya pelabuhan yang boleh dituju. "Selama ini hanya satu jalan terbuka bagi gadis Bumiputra dalam menempuh hidup, yaitu "kawin". (Surat kepada Nona Zeehandelaar, 23 Agustus 1900).
Kewajiban perempuan hanyalah mengurus rumah tangga dan mendidik anak-anaknya. Anak gadis dididik untuk menjadi bawahan laki-laki. Pengajaran dan kecerdasan dijauhkan baginya. Tiada kebebasan yang mereka miliki. Bila sudah berumur 12 tahun, di pingit di dalam rumah. Pendek kata, banyak kewajiban namun miskin akan hak. Begitulah aturan main dunia anak perempuan bagi gadis priyayi.
Sumber Buku Habis Gelap Terbitlah Terang , Karya Armijn Pane
http://tinyurl.com/RadenAjengKartini |
Baca Juga :
Kartini : Habis Gelap Terbitlah Terang
No comments:
Post a Comment